Cari Blog Ini

Kamis, 08 November 2018

Selasar Gedung Teknik - Sampai Rintik Terakhir

...
Pagi mulai menyambut senyuman hari. Surya pun leluasa menghangatkan alam semesta tanpa tercegah sampah-sampah semesta. Awan-awan memakai baju biru langitnya seolah-olah bersembunyi dan takut menemuiku di atas Bumi. Angin mulai berjalan menyentuh rambut-rambut tubuhku dan membelainya. Kulitku mulai merasa lebih hangat daripada subuh hari ini. Apakah hari ini pertanda datangnya kebaikan padaku?
Semua kata-kataku telah kupersiapkan. Kucoba menyusun alur cerita yang selama ini terjadi diantara kami. Munsi, wanita idamanku saat ini, memberikanku waktu untuk berbicara langsung. Apakah ini pertanda datangnya perasaan yang tidak biasa? Selama ini Munsi tak mau dan bahkan tak akan bertemu denganku. Dia selalu berdiri di selasar gedung teknik yang tingginya mencapai mall pertama di kota Juko. Apa yang dia lakukan? Menunggu ayahnya datang ditemani air-air langit yang jatuh bergantian. Mungkin dia sedikit gugup jika ada seorang lelaki sebusuk diriku datang dan menemaninya menunggu kedatangan ayahnya. Namun, dia lakukan ini ketika hujan datang. Ayahnya pasti akan menjemputnya lebih lambat daripada biasanya. Bisa jadi terlambat 5 sampai 10 menit. Andai saja dia mau mengobrol pada saat itu, mungkin saja kami bisa membuat cerita terindah.
Siang pun berlalu. Surya mulai melepas pegangannya dari langit, jatuh perlahan menuju ufuk Barat kota Juko. Udara panas mulai mendingin. Jika kamu merasakan tanah di sekitar tempatku berpijak, kamu akan merasakan suhu yang mulai mengecil. Namun, tidak dengan hatiku saat ini. Hatiku mulai memanas, seperti memasak air di panci. Beberapa jam lagi aku akan memulai obrolan hangat dengan Munsi. Oke, aku harus mencoba untuk tidak gugup saat ini. Aku pergi ke selasar gedung teknik, tempat Munsi menunggu ayahnya setiap sore. Aku mencoba belajar mengobrol agar tidak gugup.
Tetapi...
"Zuan, bisakah kita mengobrol?"
Tiba-tiba, Munsi datang dan langsung menepuk diriku dengan sapaan manisnya.
"Baiknya, Munsi. Aku siap untuk mengobrol."
...
"Aku tidak suka denganmu! Sudahlah, cukupkan dirimu dengan segala kelakuanmu!"
"Munsi, dengarlah," akhirnya aku mulai melemahkan nafasku.
"Aku memang mencintaimu. Aku memang telah terlalu mencintaimu. Tetapi, aku mulai menyayangimu. Aku bisa marah kepadamu kali ini. Aku bisa membuatmu lebih sedih daripada saat ini. Tetapi, aku menghargai kamu selama ini. Aku tidak mau mengganggu kehidupanmu dan aku tidak mau menyentuh segala perasaanmu. Jika kamu masih bersikeras mengusirku, aku akan pergi sejauh-jauhnya. Janganlah kamu mencariku! Aku melakukan ini karena aku memang menyayangimu. Yah..."
Akhirnya Munsi meninggalkanku dan pergi tanpa balasan kata apapun. Inilah kata terakhir yang aku bisa ucapkan kepadanya. Apakah nanti kami akan bertemu lagi? Entahlah. Biarkan senja menjawab segala risau perasaanku dan menghilangkan segala sedih hatinya.
...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bingung?