Cari Blog Ini

Kamis, 28 Juni 2018

Hitam Putih di Atas Kereta Bandung-Solo


Setiap orang memiliki prinsip masing-masing. - Anonim

Salah satu hal yang paling menarik dari menjadi rakyat adalah mendengarkan cerita keluh kesah yang dia alami. Jujur, hal ini sangat jarang sekali. Aku memang sangat suka mendengarkan cerita orang untuk dibagikan kepada orang lain. Aku masih ingat keluh kesah sopir angkot ketika aku pergi ke Lembang sampai keluh kesah sopir becak ketika mengantarkanku ke suatu tempat. Ternyata setiap patah kata dalam cerita adalah sebuah inspirasi untuk Indonesia.

Kali ini aku bertemu dengan seorang produktif. Lagi-lagi, saya lupa menanyakan nama beliau. Beliau adalah seorang pekerja yang bisa dibilang cukup berani. Beliau asli dari Yogyakarta (seingat saya Wates) dan sekarang beliau memiliki rumah di Bekasi. Alasan beliau memiliki rumah di sini adalah karena dulu beliau bekerja di Jakarta. Saat ini beliau kerja di Bandung (dan besok Senin beliau balik kerja di Jakarta kembali). Saya bertemu beliau ketika saya menikmati kereta sepi penumpang dan beliau ingin duduk di hadapan saya (kebetulan saya naik kereta ekonomi dan kursi saya berjumlah 3). Mengapa bisa terjadi? Kursi yang saya duduki dan depan saya tidak ada penumpang sama sekali. Beliau ingin istirahat setelah bekerja. Alasan beliau naik kereta ini adalah beliau ingin bertemu istrinya (mungkin sudah punya anak) di Sukoharjo. Awalnya sih kami hanya mengobrol basa-basi, kemudian beliau langsung akrab dengan saya dan mau berbagi cerita kepada saya.

Beliau menceritakan masa kuliahnya. Beliau kuliah di jurusan Teknik di suatu universitas ternama (takutnya salah tebak) dan lulus tahun 2011. Beliau bercerita tentang rekan kuliahnya yang menghilang di perkuliahan. Ya pasti kita tahu beliau bercerita ini karena memang orang-orang ini adalah orang yang patah semangat. Aku takjub mendengar cerita ini, mengapa? Beliau selalu menceritakan masa-masa menjadi panitia wisuda dan menceritakan kegiatannya di bangku kuliah. Ah... ternyata banyak sisi-sisi yang tidak pernah aku ketahui di perkuliahan.

Beliau merupakan lulusan STM (bukan SMA) dan beliau bercerita jika teman-temannya merupakan orang nakal. Namun ketika beliau bertemu teman-temannya saat lebaran, beliau takjub dengan keadaannya sekarang. Orang-orang yang mungkin kita pikir nggak punya masa depan, ternyata lebih “makmur” dibandingkan beliau. Beliau mengenal temannya sangat nakal, namun sekarang punya mobil banyak dibandingkan beliau (fyi, beliau nggak punya mobil). Mengapa bisa? Ternyata teman beliau memiliki usaha sendiri. Beliau berpandangan bahwa orang pintar (seperti saya dan beliau) suatu saat akan bekerja kepada orang-orang seperti mereka. Orang pintar sangat mudah mencari pekerjaan karena syarat rekrutmen awal yang pastinya memenuhi. Bagaimana dengan teman beliau? Nakal iya, pintar nggak (menurut beliau), tetapi beliau salut karena keterbatasan ini teman beliau adalah orang yang nekat (atau bisa dibilang mau mengambil risiko). Setuju? Garis takdir telah ditulis di sana dan rezeki memang sudah diatur. Balik lagi, apakah kita mampu mengejar rezeki itu. Aku termasuk salah satu orang yang kagum dengan beliau karena beliau mau mati-matian mencari rezeki sampai meninggalkan istrinya di rumah. Beliau tidak dengki dengan temannya, justru beliau bersyukur dengan keadaannya.

Ada satu hal yang berkesan ketika beliau mengobrol intens denganku. Beliau berpendapat bahwa orang kota memiliki jiwa sosial yang tinggi, tidak seperti yang beliau pernah pikir. Salah satu contohnya adalah memberikan kursi kepada ibu-ibu yang membawa anak.

“Sebenarnya mereka memiliki jiwa sosial yang tinggi,” pungkasnya.
“Mas, kira-kira di Jawa Tengah panas nggak?”
“Wah kurang tahu sih, mas. Saya jarang mengikuti.”

Kemudian beliau bercerita tentang politik di Jawa. Jika kalian penasaran bagaimana politik di Jawa, kalian bisa melihat kisah kerajaan Singosari sampai runtuhnya kerajaan Mataram Islam. Namun, itu cerita masa lampau. Sekarang sudah bukan zamannya lagi bercerita tentang itu.

Stasiun Solo Balapan - Drop Zone dan Parkir Mobil

Ada dua bagian yang paling aku suka dari pembicaraan kami: pernikahan dan kehidupan.

“Mas, ternyata punya apapun tidak menjamin kelanggengan hubungan.”

Aku teringat kata-kata temanku, “aku pengen nikah muda biar sama-sama ngerti berjuang bareng.” Awalnya aku punya prinsip ini juga, sampai suatu saat aku bertemu dengan dia yang mengubah segala kerangka pikiranku. Hal yang paling aku takutkan sampai sekarang adalah menghinakan cinta yang Allah berikan. Salah satu cara menghinakan cinta itu adalah perceraian. Beliau bercerita bahwa banyak teman seumurannya telah janda dan duda.

“Masnya bayangin aja jam 12 malam ada tamu temen mas bawa anaknya, kira-kira mas mikirnya apa?”

Benar katanya, harta dan cinta saja tidak cukup. Di titik inilah aku mulai mencoba memahami segala kefanaan dunia ini. Bagaimana cara agar aku tetap nyaman dengan pilihanku? Obrolan ini membuatku lebih membuka mata.

“Mas, aku lebih suka mati tetapi nggak ninggalin hutang ke keluarga saya.”

Kali ini aku selalu me-retweet kata-katanya. Salah satu prinsip hidupku akhirnya ada yang menyetujuinya. Aku tidak ingin meninggalkan hutang ke istriku atau keluargaku suatu saat nanti. Jika uangku cukup membeli hal itu, aku siap membelinya.

“Temen saya ada yang beli cluster, tetapi barusan banget dia meninggal, mas. Keluarganya gimana ya nantinya? Makanya aku tuh nggak pernah pengen beli barang dengan nyicil. Kalo aku punya uang, ya aku beli barangnya. Kalo nggak, yaudah nggak beli.”

Perpisahan kami ada di stasiun Purwosari. Bagiku, percakapan ini membuatku semakin terbuka tentang dunia ini. Banyak pelajaran dan pengetahuan yang aku pelajari selama perjalanan Bandung – Solo kali ini. Inilah salah satu alasan aku suka mengobrol dengan orang-orang yang mau berbagi cerita kepadaku. Beberapa hal yang dapat aku simpulkan adalah:
  1. Menikah nggak cuman sekadar punya apa-apa, tetapi harus siap menerima cobaan apa-apa.
  2. Jangan pernah meninggalkan hutang.
  3. Prinsip orang boleh saja berbeda, tetapi tidak selamanya prinsip kita selalu benar.
Buatku, dunia ini sudah memperlihatkan bahwa selama ini yang kita anggap benar... ternyata belum tentu benar. Kita punya prinsip masing-masing dan orang yang paling hebat adalah menghargai prinsip orang lain. Hal inilah yang tersulit karena kita belum tentu nyaman dengan prinsip orang lain. Dan di dunia inilah kita akan belajar bahwa segala ilmu yang kita punya ini nantinya akan dipertanggungjawabkan, yaitu bagaimana kita memanfaatkan ilmu ini.
Semoga menginspirasi buat kita semuanya...

Surakarta, 27 Juni 2018
 #OurStruggle
 #SupportInitiator

NB: saya nggak sempet foto sama beliau dan menanyakan nama beliau. Semoga saja Allah mempertemukan kami kembali di kota Solo. Saya kirimkan foto tiket keberangkatan kereta saya ketika bertemu beliau.


Kereta pertama pertemuan kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bingung?