Cari Blog Ini

Sabtu, 28 November 2020

Memaknai Kekurangan dan Kesalahan Rasulullah SAW

================================================


"... Bro, dengerin! Rasulullah saja pernah berbuat salah," celetuk salah satu sahabatku lulusan sekolah Islami ketika dia mencoba menenangkan sahabatku yang lainnya yang sedang berjuang melawan penyakitnya.


Mungkin pas kamu baca judul ini, pasti kamu akan bertanya-tanya. Eh jika kamu golongan itu sih bakal menilai pos ini "menghina" Rasulullah SAW. Nah makanya aku pengen coba kita sama-sama memaknai maksud dari pernyataan ini. Pernyataan ini sebenernya juga bikin aku geregetan ketika seorang ustadz/ulama saat berceramah TIDAK BOLEH mengungkapkan kekurangan Rasulullah SAW. Aku menyimpulkan ini karena salah satu ustadz dari golongan tertentu pernah hampir kena pasal penistaan agama, cuman karena menyatakan bahwa Rasulullah SAW itu manusia biasa. Salah satu ustadz terkemuka aja pernah didakwa dengan pasal yang sama cuman karena ngomong "Allah punya hak prerogatif", which leads us ke pernyataan "Rasulullah bisa saja masuk neraka".


Tapi pernahkah kita memaknai kekurangan dan kesalahan Rasulullah SAW? Jangan-jangan karena kita terlalu suka mendengarkan kelebihan-kelebihan Rasulullah SAW, akhirnya pas ada orang yang bilang seperti hal di atas kita kebakaran jenggot, eh rambut kepala.


------------

Asumsikan kamu mau beli handphone. Hal pertama apa yang membuatmu nge-hook (tertarik) untuk beli suatu jenis handphone? Nggak mungkin kan kamu beli handphone karena kekurangannya? Pasti kamu beli handphone sesuai spesifikasi dan kelebihannya. Di mana kamu tau informasi ini? Pastinya dari iklan, sales, atau penjaga counter di sana, bukan? Atau mungkin saja dari tetanggamu yang suka nanyain kamu "sudah nikah belum" wkwkwk. Pernahkah mereka kasih tau kekurangan barang yang dia jual? JARANG! Kalo iya mah barang dagangannya kagak laku.


Tapi coba bandingin kamu beli handphone dari orang-orang tadi dengan reviewer jujur (bukan endorse), lebih puas mana? Reviewer jujur itu seseorang yang nge-review dari kelebihannya hingga kelemahannya.


Setelah kupikir-pikir, dosen juga seperti itu ya wkwkwk. Aku jarang banget dapet mata kuliah yang membahas sisi gelap jurusan matematika wkwkwk.


Analogi tadi sama banget seperti ustadz-ustadz yang suka ceramah. Selama aku dateng ke banyak kajian dan ceramah, banyak banget materi yang disampaikan selalu membahas tentang indahnya Rasulullah SAW dan Islam itu sendiri. Kalo membahas kekurangan si tidak pernah secara gamblang dibicarakan. Paling mentok si cuman nyeletuk sepatah kata aja, tapi terus yaudah. Tujuannya apa? Agar kita sebagai seorang muslim itu BANGGA punya Rasulullah SAW yang udah maksum (pake ejaan Indonesia ya), panutan umat Islam, pokoknya the hero of Islam. Loh kamu harus bangga punya panutan yang kelebihannya melewati seisi bumi wkwk.


Tapi pernah kepikiran nggak setelah kamu mengenyam Islam sampai detik ini, khusus kamu yang memeluk Islam, pernahkah Rasulullah SAW melakukan kesalahan atau memperlihatkan kekurangan beliau?


Sebelum lanjut, kamu harus yakin dulu dengan ke-Islam-an kamu. Kalo nggak yakin, yaudah nih semuanya tanggung jawab masing-masing.


Salah satu keagungan dari Rasulullah SAW yang selama ini aku dapatkan dari kajian, pelajaran agama, dan kehidupan yang selama ini aku lalui adalah bagaimana RASULULLAH SAW MENYADARI KEKURANGAN DAN KESALAHANNYA. Kekurangannya? Ketika piagam Madinah dibuat, Rasulullah SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib ra. untuk menulis dan membantu beliau menandatangani piagam tersebut. Hayo kenapa? Ternyata sudah di-state saat awal kamu belajar agama Islam di sekolah bahwa Rasulullah SAW buta huruf! Karena mengerti kekurangan beliau, beliau mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menulis! Dan memang setelah aku baca semuanya, Ali bin Abi Thalib ini salah satu orang spesial. Belum lagi kita bicara kekayaan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab yang mana diceritakan sekali sedekah itu bisa ngabisin milyaran kalo diitung saat ini!


Apakah Rasulullah SAW pernah mengulik masa lalu Umar bin Khattab? Tidak.

Apakah Rasulullah SAW pernah menyalahkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika melakukan kesalahan? Tidak.

Kalo zaman sekarang, kamu sedekah sedikit aja orang lain bicara tentang kesalahan, kekurangan, dan masa lalu kamu.


Apakah Rasulullah SAW pernah melakukan kesalahan? Pernah! Ketika shalat maghrib aja pernah shalat 4 rakaat! Terus bedanya sama kita apa? Setiap kali Rasulullah SAW melakukan kesalahan, selalu ada sesuatu yang membuatnya ingat. Rasulullah SAW marah, Allah SWT mengingatkan. Rasulullah SAW melakukan kesalahan jumlah rakaat, makmumnya ngingetin. Bahkan ketika orang lain melakukan kesalahan, Rasulullah SAW menegur mereka tanpa harus marah.

Kalo zaman sekarang, kamu salah sedikit aja dimarahinnya sampe kamu nangis. Kalo nggak nangis, bikin kamu nggak nyaman. Belum lagi diungkit terus.


Jadi makna tulisan ini apa?


Rasulullah SAW secara implisit mengajarkan kita untuk mengetahui kekurangan dan kesalahan orang, tetapi bukan untuk menjatuhkan dan merusak moral mereka. Bahkan ketika kita merasa kita punya kekurangan dan kesalahan, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk memahami kesalahan dan tidak mengulanginya di lain waktu. Diingetin ya didengerin, kata orang mah. Tapi coba baca lagi sirah nabawiyah, cara ngingetinnya itu TANPA JUDGE, dan berhubungan tentang hal yang sudah jelas yang benar itu yang seperti apa. Kadang aku nemu orang yang ngingetin aku untuk nggak boleh baca Al-Quran di samping orang yang shalat, padahal suaranya aja nggak keluar dari mulut.


Di akhir cerita, terkadang kita ini pengen jadi yang lebih baik daripada Rasulullah SAW. Kok bisa? Rasulullah SAW nggak pernah ngungkit kesalahan dan kekurangan orang. Kalopun salah, beliau menegur dengan lembut. Masa kita melebihi apa yang dulu dilakukan Rasulullah SAW, padahal secara akhlaq saja kita nggak akan setara dengan Rasulullah SAW dan sahabatnya? Atau jangan-jangan, kita ini cuman pengen terlihat baik di mata orang? Atau jangan-jangan kita ini lagi bawa "misi" seseorang agar kita jadi yang terbaik?


Inget, hewan dan tumbuhan memahami kekurangannya sehingga mereka paham posisi mereka di ekosistem seperti apa. Inget, manusia juga bisa salah, walaupun dia perfeksionis. Jadilah manusia seutuhnya dan memanusiakan manusia.

Rabu, 04 November 2020

Words Can Hurt Feeling

 "Words can hurt feeling."


Mungkin kita sendiri nggak sadar bahwa kata-kata itu dapat menyakiti perasaan orang lain. Gimana mau sadar, wong kita aja mikirnya, "alah paling nggak nyakitin lah, masa gini doang nyakitin." Entah kita mikirnya tentang kejujuran atau kebenaran, padahal nggak semua orang bisa menerima apa yang kita katakan.


Hayo bener nggak?


Tapi sekarang pake sudut pandang orang lain, emang kita tau sejauh apa? Misalnya aja ada temen lagi depresi terus pengen bunuh diri. Yang kita tau paling kan sejauh "bunuh diri itu dosa". Mana mungkin kita tau masalah pribadinya atau masalah dengan orang lain. Belum tentu juga dia mau cerita masalahnya. Pikirannya juga banyak, entah dia nggak mau, nggak trusted (udah kek aplikasi software wkwkwk), takut cuman bagi cerita aja, atau lain-lain.


Takutnya tiba-tiba kita asal claim aja masalahnya terus yodah kita ngasal ngasih sarannya.


Words can hurt feeling. Kata-kata dapat melukai perasaan.


Kasus yang sekarang terjadi adalah contoh nyata kalimat di atas. Kasus mana? Yang itu tuh sampe seluruh dunia mengecam. Banyak orang nggak sadar bahwa kasus yang terjadi itu bukan karena dibebaskannya berbicara di depan publik; tetapi karena tidak paham kata-katanya dapat melukai perasaan orang lain. Lah wong obrolan nggak bebas (re: dibatasi) aja dapat melukai perasaan (contohnya tuh ngomong nikah kapan, punya anak berapa, dll), apalagi yang dibebasin sebebas-bebasnya. Lah sekarang dasarnya aja (sebagian orang) nggak tau, yo pantes lah reaksinya beda-beda. Marah yo wajar, nggak marah yo wajar. Eh malah gelut sendiri dan mengatakan ini kasus sensitif.


La wong dasarnya aja nggak tau.

Words can hurt feeling. Kata-kata dapat melukai perasaan.


Reaksi orang berbeda-beda itu wajar. Tapi pas nggak tau dasarnya, akibatnya dasar teori orang-orang menjadi reaksi tadi. Misalnya kalo kita dibilang "b*j*ng*n" sama orang yang nggak dikenal, terus kita marah. Yo wis to wajar kan? Hla wong tau-tau kok dibilang gituan. Nek nggak marah yo wajar to? Hla wong nggak kenal juga, anggep aja nggak perlu dipikirin juga. Tapi karena nggak ngerti dasar tadi, yowis akhirnya terpatri di otak itu


"nek kita dihina, kita harus (reaksi)."


Harusnya yang bener itu,


"Words can hurt feeling. Kata-kata dapat melukai perasaan. Menghina adalah contoh kata-kata yang melukai perasaan. Jadi (reaksi; tidak hanya marah/diam, tetapi juga bahan pembelajaran)."


Penutup, sedih nggak sih harusnya kita bisa satu suara untuk mengecam perbuatan apapun yang dapat melukai perasaan, eh malah di tubuh sendiri masih aja saling menjatuhkan karena perbedaan reaksi. Yo jelas lah dasarnya aja nggak paham, gimana mau sejalan. Kalo dasarnya udah ngerti, pasti kita udah sefrekuensi ngomonginnya, "mengecam perbuatan apapun yang dapat melukai perasaan". Yah mau gimana lagi, gampang dilupain. Dapet pembelajaran nggak, lepas emosi iya.


Mbok hayo to sekarang coba kita pilah dan pilih mana yang dapat melukai orang, mana yang nggak. Kita kadang nggak tau bisa jadi yang kita omongin dapat melukai perasaan. Tapi semua ini dapat dikomunikasikan kok. Cuman harusnya tau dong manner-nya seperti apa, basic ethics-nya seperti apa, dll. Tapi gimana lagi ya, mosok rekomendasi pos/tweet aja isinya emosi dulu baru dasarnya. Meh sampe aku nikahin 4 istri juga nggak dibaca to wkwkwk.


Yowis ya bye-bye~


#KomunikasiHarmoni

#SupportInitiator

#OurStruggle

Bingung?